Tuesday 4 March 2014

DAMPAK BENCANA TERHADAP EKONOMI INDONESIA

Bencana hampir selalu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Bukan hanya korban jiwa tetapi juga kerusakan dan kerugian ekonomi yang akhirnya memerosotkan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat. Selama tahun 2014 ini saja, bencana menyebabkan 251 jiwa tewas, 1.523 jiwa luka-luka dan lebih dari 1,6 juta jiwa menderita dan mengungsi. Dampak ekonominya puluhan trilyun rupiah.

Selama Januari 2014, bencana telah menyebabkan inflasi 1,07%. Inflasi ini lebih besar daripada Januari 2013 yakni 1,03%. Saat ini nilai kerugian dan kerusakan akibat bencana selama tahun 2014 masih dilakukan perhitungan. Berdasarkan beberapa perkiraan dan kajian dampak ekonomi bencana selama 1 Januari 2014 hingga akhir Februari 2014 adalah:
1) Kerugian akibat bencana asap dari pembakaran lahan dan hutan di Riau secara ekonomi sebesar Rp 10 triliun lebih. Kerugian sebesar tersebut muncul antara lain akibat menurunnya produktivitas usaha, mobilisasi barang dan orang melalui transportasi darat, udara dan laut tertunda dan terganggu akibat kabut asap itu.
2) Kerusakan dan kerugian erupsi G. Sinabung Rp 1 trilyun.
3) Kerugian dan kerusakan banjir Jakarta Rp 5 trilyun.
4) Kerusakan banjir dan longsor di 16 kab/kota di Jawa Tengah Rp 2,01 trilyun.
5) Kerugian dan kerusakan banjir bandang di Sulut Rp 1,74 trilyun.
6) Kerugian dan kerusakan banjir di Pantura Jawa (dari Banten-Jabar-Jateng dan Jatim) Rp 6 trilyun.
7) Kerugian dan kerusakan erupsi G. Kelud Rp 1 trilyun.

Itu adalah dampak bencana-bencana besar. Belum bencana skala kecil yang pasti menimbulkan kerugian dan kerusakan. Selama tahun 2014 ada 386 kejadian bencana.

Kerugian dan kerusakan tersebut belum dihitung dari dampak biofisik, sosial, kesehatan, dan politis. Sebagai gambaran adalah dampak bencana asap akibat pembakaran lahan dan hutan yang marak saat ini. Dampak biofisik berkaitan dengan pelepasan asap, emisi CO2, NOx, dan CH4 berdampak pada pemanasan bumi.

Kebakaran akan memusnahkan flora, fauna dan biodiversitas ekosistem di darat. Sebagai gambaran kebakaran lahan dan hutan di Indonesia pada 1997 menimbulkan emisi 0,8-2,6 milyar ton CO2 ke atmosfer atau setara dengan 13-40% emisi CO2 kebakaran hutan pada tahun tersebut di dunia.

Dampak sosial antara lain berkurangnya sumber mata pencaharian, kurangnya ketersediaan air, sekolah libur, dan lainnya. Dampak kesehatan seperti gangguan ISPA, iritasi mata, asma, batuk dll. Saat ini dampak kesehatan di Riau penderita ispa 30.249 orang, pneumonia 562 orang, asma 1.109 orang, iritasi mata 895 orang, dan iritasi kulit 1.490 orang. Sedangkan dampak politis adalah jika asap sampai lintas batas negara menjadi isu politik.

Biaya untuk menanggulangi bencana juga besar. Untuk penanganan darurat erupsi G. Sinabung BNPB mengalokasikan Rp 148 milyar. Penanganan bencana asap di Sumatera dan Kalimantan, BNPB menganggarkan Rp 300 milyar. Penanganan darurat erupsi G.Kelud, Pemda Jatim menganggarkan Rp 1 trilyun. Sedangkan untuk penanganan pasca bencana banjir dan longsor di 16 kab/kota di Jateng butuh Rp 3,59 trilyun. Penanganan pasca bencana banjir bandang di Sulut butuh Rp 1,03 trilyun.

Sementara itu dana cadangan penanggulangan bencana per tahun hanya ada Rp 3 trilyun. Ini untuk darurat Rp 1,5 trilyun dan pasca bencana Rp 1,5 trilyun. Itu untuk semua penanganan bencana di seluruh Indonesia. Tentu saja kurang untuk memenuhi semua kebutuhan yang ada.

Itulah mengapa perlu didorong agar APBD juga mengalokasikan dana untuk penanganan bencana dengan memadai. Yang tak kalah penting adalah bagaimana penanggulangan bencana menjadi prioritas pembangunan, baik di pusat maupun di daerah. Jika tidak maka bencana dan pembangunan tak ubahnya seperti lingkaran setan yang saling bersimbiosis parasitisme.

Sutopo Purwo Nugroho
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB

No comments:

Post a Comment