Erupsi Gunung Sinabung sangat unik. Aktivitas erupsi yang naik turun menyebabkan pengungsi harus bolak-balik dari rumahnya ke pengungsian. Sampai kapan erupsi akan berakhir tidak ada yang tahu. Sementara itu rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana juga harus segera dilakukan. Sementara itu, regulasi yang menyangkut pendanaan bencana tersekat-sekat dalam setiap tahapan bencana. Ini merupakan salah satu kendala penanganan erupsi G. Sinabung.
Ada tiga hal yang harus ditangani di Sinabung. Pertama adalah pemenuhan kebutuhan dasar bagi 10.184 jiwa (3.030 KK) pengungsi dari 11 desa yang tersebar di 10 pos pengungsian. Saat ini semua kebutuhan dasar secara umum tercukupi.
Kedua, relokasi bagi 2.053 KK (6.179 jiwa) dari 7 desa yang dinyatakan dilarang untuk kembali ke desa asalnya. Mereka saat ini tinggal di hunian sementara. Pemerintah sejak Juni 2014 hingga sekarang memberikan bantuan sewa rumah Rp 3,6 juta/KK/tahun dan sewa lahan pertanian Rp 2 juta/KK/tahun. Relokasi tahap pertama adalah 370 KK dari Desa Sukameriah, Simacem, dan Bekerah. Kebutuhan anggaran untuk relokasi 370 KK adalah Rp 141,3 milyar. Ini untuk pembangunan permukiman, infrastruktur, ekonomi produktif, sosial budaya, dan lintas sektor. Sedangkan untuk relokasi tahap kedua yaitu 1.683 KK dibutuhkan dana Rp 522 milyar. Kebutuhan ini di luar dari pembangunan sabo dam untuk menahan lahar hujan di sekitar G. Sinabung. Masalah ketersediaan lahan untuk relokasi adalah masalah penting karena kenyataannya tidak mudah mencari lahan kosong.
Hal yang ketiga adalah penanganan dampak erupsi G. Sinabung yang non relokasi. Saat ini banyak warga desa di sekitar G.Sinabung yang tidak dapat melakukan budidaya pertanian dan perkebunan karena lahannya rusak akibat pasir dan debu erupsi. Beberapa fasum dan fasos juga rusak.
Perlu penanganan yang komprehensif baik di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten.
Sutopo Purwo Nugroho
Kapusdatin Humas BNPB
No comments:
Post a Comment