Desa Suka Meriah yang berada di ketinggian 1.104 meter dari permukaan laut, merupakan salah satu dari 29 desa yang terkena imbas langsung bencana letusan Sinabung. Lokasinya berada di Kecamatan Payung. Sebagai suatu kawasan administrasi pemerintahan, Kecamatan Payung yang luasnya mencapai 47,24 kilometer persegi, punya sejarah yang merentang cukup panjang hingga sejak awal masa kemerdekaan.
Merujuk pada katalog Kecamatan Payung dalam Angka 2007 yang diterbitkan Biro Pusat Statistik (BPS), perkataan Payung adalah nama salah satu desa yang dulunya dikenal dengan nama Luhak, Desa tersebut terbentuk ketika Marga Bangun dari wilayah Raja Urung Batu Karang pindah ke suatu tempat karena tidak harmonisnya hubungan kekeluargaan. Di tempat yang baru Marga Bangun kemudian membuka perladangan baru atau erbarung-barung. Akibat perpindahan Marga Bangun yang menyendiri di perladangan, maka menimbulkan tanda tanya bagi penduduk setempat dan mereka menyelidiki mengapa Marga Bangun itu jadi menyendiri. Setelah jelas mengetahui apa penyebabnya maka penduduk mengatakan payonge ia miser yang artinya pantaslah dia pindah. Selanjutnya setelah keturunan si Marga Bangun tersebut berkembang serta dianggap sebagai pembuka pertama perkampungan tersebut maka kalimat sebutan “payonge” berubah menjadi “payong” dan terakhir disebut Payung yang sekarang Desa Payung.
Pada zaman Pemerintahan Belanda, sekitar tahun 1901, hingga masa pendudukan Jepang di Indonesia, wilayah Kecamatan Payung dibawahi tiga Raja Urung yakni (1) Raja Urung Susuk berkedudukan di Tiganderket, (2) Raja Urung Batu Karang berkedudukan di Batu Karang dan (3) Raja Urung Guru Kinayan berkedudukan di Tiga Pancur yang sekarang masuk Kecamatan Simpang Empat.
Ketiga Raja Urung tersebut dibawah Pemerintahan Sibayak Lingga, kecuali Desa Sukatendel yang berada di bawah Raja Urung Namo Haji yang merupakan wilayah Sibayak Kutabuluh (sekarang Kecamatan Kutabuluh). Setelah kemerdekaan tahun 1945 Bupati Karo pada waktu itu Rakutta Sembiring mengadakan musyawarah dengan memanggil pemuka masyarakat Raja Urung Batu Karang, Tiganderket, dan Payung untuk menetapkan Ibukota Kecamatan, tetapi masing-masing Pemuka masyarakat tersebut mempertahankan agar desa mereka menjadi Ibukota Kecamatan. Akhirnya ditempuh jalan tengah dengan pertimbangan letak daerahnya harus di pertengahan maka ditetapkanlah pusat pemerintahan di Desa Payung dan disewalah satu rumah untuk dijadikan Kantor Camat atau disebut asisten wedana pada waktu itu.
Desa Payung pada waktu itu masih sedikit penduduknya dan kantor sering tidak ditempati maka Bupati Karo kembali memusyawarahkannya dengan hakim kecamatan (terdiri atas utusan hakim-hakim desa/luhak) dan disimpulkan bahwa Kantor Asisten Wedana Payung dipindahkan dari Desa Payung ke Desa Tiganderket dengan syarat nama wilayah tetap Asisten Kewedanaan Payung. Sejak saat itu Ibukota Kecamatan Payung menjadi Tiganderket. Jadi pusat pemerintahan di Desa Payung hanya selama lima bulan.
Pada Tahun 2005 Bupati Karo menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2005, yang memekarkan Kecamatan Payung menjadi dua kecamatan. Kecamatan Payung sebagai kecamatan induk pindah ibukota kecamatan dari Tiganderket ke Payung, sedangkan Kecamatan Tiganderket yang merupakan kecamatan pemekaran ibukotanya di Tiganderket. Secara resmi Kecamatan baru tersebut telah disahkan oleh Bupati Karo pada 29 Desember 2006. Hasil pemekaran itu menetapkan, Payung terdiri dari delapan desa, termasuk Desa Suka Meriah.
Desa Suka Meriah merupakan desa paling utara di Kecamatan Payung. Wilayahnya langsung berbatasan dengan Desa Bakerah di Kecamatan Naman Teran. Selain itu, desa ini juga merupakan desa yang dekat dengan kawah aktif Gunung Sinabung. Jaraknya hanya sekitar 2,4 kilometer.
Hasil pengamatan menunjukkan, desa ini termasuk daerah yang potensial dilalui aliran lahar, sekiranya letusan Sinabung menimbulkan aliran lahar, baik lahar panas maupun lahar dingin. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Karo bahkan memasang plang di di depan pintu masuk desa untuk mengingatkan warga tentang potensi lintasan lahar itu.
Tentang Penduduk dan Pertanian
Sesuai dengan data statistik tahun 2007, yang merupakan hasil pendataan tahun 2006, Desa Suka Meriah yang luasnya 2,50 kilometer persegi, penduduknya berjumlah 395 jiwa yang terdiri dari 109 keluarga dan mendiamo 92 unit rumah. Seluruh penduduk terbagi dalam dua agam besar, yakni memeluk islam 168 jiwa dan selebihnya 227 jiwa lagi Kristen Protestan. Dilihat dari pekerjaannya, dari 237 penduduk yang sudah bekerja, sebanyak 191 jiwa menggantungkan hidup dari pertanian, kemudian 2 dari industri rumah tangga, 7 Pegawai Negeri Sipil, dan 37 bekerja di sektor yang lain.Desa ini tidak memiliki satu pun fasilitas pendidikan. Dari sisi fasilitas umum, hanya ada satu Puskesmas Pembantu dengan satu tenaga medis di situ, kemudian satu unit jambur, satu unit masjid, dan satu unit gereja.
Dari sisi pertanian, desa ini memiliki enam hektar sawah untuk menanam padi, yang memproduksi sekitar 35,10 ton gabah atau rata-rata 5,85 ton per hektar. Sementara lahan ladang yang dipergunakan untuk menanam padi sebanyak 47 hektar yang menghasilkan 179,54 ton padi.
Dari sisi pertanian palawija, ada 62 hektar lahan yang biasa dimanfaatkan untuk menanam jagung dan menghasilkan 416,9 ton jagung dan 5 hektar untuk menanam kacang tanah dengan hasil 12,98 ton. Selain itu, warga desa juga menanam kopi yang luas arealnya sekitar 6 hektar, serta coklat 7 hektar dan kemiri sekitar 2 hektar.
No comments:
Post a Comment