Sunday 28 November 2010

Adaptasi Fungsi Jambur

Suatu kuta biasanya terdiri atas beberapa bagian yang meliputi daerah yang luas. Bagian-bagian dari satu kuta antara lain; (1) Rumah adat yang menjadi tempat tinggal warga, (2) Kesain atau alun-alun, (3) Jambur sebagai tempat penyimpanan padi, (4) Geriten yang merupakan tempat tulang-belulang leluhur pendiri kuta, (5) Peken atau reba atau kawasan perkebunan, (6), Pendonen atau kuburan, (7) Perjumen atau tanah-tanah di luar Peken yang menjadi areal perladangan, (8) Kerangen atau hutan milik kuta, (9) Barung yakni areal pengembalaan, (10) Perjalangen atau yakni kawasan tempat hewan ternak mencari makan, tetapi tidak digembalakan, (11) Tapin yakni lokasi pemandian, dan (12) Buah uta-uta yakni tempat pelaksanaan upacara keagamaan.

Pada masa sekarang, suatu desa tidak lagi memiliki secara lengkap semua bagian-bagian tersebut. Baik karena modrenisasi yang mulai menjalari kehidupan pedesaan, maupun karena keterbatasan ruang dan lahan akibat pertambahan penduduk yang cukup pesat. Misalnya pemandian, kendati di beberapa kuta masih ada, namun kebanyakan warga sudah mandi di rumah. Pengembalaan ternak juga mulai jarang dilakukan warga karena pola mata pencariannya sudah banyak berubah. 

Perubahan juga ada pada jambur yang dahulunya ada di setiap kuta, bahkan setiap rumah adat biasanya terdapat satu jambur. Bangunan jambur dibuat secara khusus dan terpisah dari rumah induk. Fungsi utamanya adalah sebagai tempat penyimpanan hasil panen, seperti padi, pada bagian-bagian yang ada di dalam jambur. Bagian atas jambur, berfungsi sebagai tempat tidur anak perana (anak laki-laki) yang beranjak dewasa. Di bagian bawa jambur, dijadikan tempat untuk duduk, tempat berdiskusi atau tempat cerita-cerita orangtua disampaikan kepada generasi berikutnya. Bagian bawah jambur ini juga berfungsi sebagai tempat memasak lauk-pauk ketika ada kegiatan pesta (Prinst, 2004). 

Di masa kini, jambur masih tetap eksis, namun fungsinya sudah melebar bahkan cenderung berbeda dibanding sebelumnya. Jambur sekarang ini merupakan bangunan yang menggunakan atap namun tidak menggunakan dinding. Bangunan terbuka ini, menjadi tempat dilaksanakannya pertemuan-pertemuan masyarakat, serta menjadi tempat pelaksanaan upacara-upacara adat, seperti pesta perkawinan.

Kendati semua desa di Karo, umumnya memiliki satu jambur, namun untuk pelaksanaan pesta biasanya menggunakan jambur-jambur komersil, yakni jambur yang sengaja dibangun untuk disewakan. Perkawinan yang menggunakan adat Karo mengharuskan semua undangan untuk menyaksikan bagian demi bagian dari seremoni itu. Maka tempat yang luas menjadi kebutuhan mutlak. Aspek kebutuhan tempat yang luas inilah yang dibidik sebagian kalangan dan menjadikannya sebagai lahan usaha. Di Kabanjahe, ibukota Karo, setidaknya terdapat enam unit jambur yang memang komersil. Saban hari Minggu, kadang juga di hari-hari kerja walau agak jarang, jambur itu dipergunakan untuk tempat pesta perkawinan.

No comments:

Post a Comment