Sunday 28 November 2010

Masalah di Pengungsian

Ketika ribuan pengungsi berada di satu tempat yang sama, maka berbagai masalah timbul. Pada hari-hari pertama yang menjadi persoalan adalah kurangnya makanan. Namun seiring dengan datangnya bantuan dan dibukanya dapur umum yang lebih banyak, maka persoalan ini mulai teratasi. Hari-hari berikutnya, masalah kesehatan menjadi persoalan juga.

Data hingga 3 September 2010 yang diperoleh posko utama menunjukkan, gangguan kesehatan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan kasus kesehatan tertinggi dibanding kasus kesehatan lainnya yang dialami pengungsi, jumlahnya mencapai 5.508 orang. Penyebabnya karena pengungsi terpapar langsung abu dengan vulkanik dari letusan gunung.

Abu vulkanik memang sangat berbahaya bagi pernapasan. Abu ini merupakan partikel halus batuan vulkanik diameternya kurang dari dua mikrometer. Abu vulkanik yang baru saja jatuh memiliki kandungan lapisan asam yang dapat menyebabkan iritasi pada paru-paru, kulit dan mata. Partikel abu itu demikian sangat halus sehingga dapat masuk ke paru-paru ketika bernapas. Apabila paparan terhadap abu cukup tinggi, maka orang yang sehat juga susah bernapas, dan jika cepat ditangani akan berubah menjadi penyakit serius yang ditandai dengan gejala bronkitis akut selama beberapa hari, seperti batuk kering, produksi dahak berlebih, dan sesak napas. Para penderita asma atau masalah paru-paru lainnya seperti bronkitis dan emfisema, dan gangguan jantung parah merupakan kelompok paling berisiko jika terpapar abu vulkanik.

Gangguan kesehatan kedua yang paling banyak diderita pengungsi adalah anxietas atau kecemasan, 2.493 pengungsi. Hal ini diakibatkan kekhawatiran yang demikian kuat akan bencana alam itu sendiri.

Conjungtivitas atau iritasi mata, merupakan jenis penyakit ketiga yang banyak dialami pengungsi. Kasusnya yang terdata mencapai 1.288 orang. Posko kesehatan yang ada di setiap lokasi pengungsian, harus menyediakan banyak obat tetes mata karena setiap beberapa menit sekali, selalu saja ada pengungsi yang mengeluhkan matanya sakit. Iritasi mata memang merupakan dampak kesehatan yang paling sering terjadi dalam kasus letusan gunung. Hal ini terjadi karena butiran-butiran abu yang tajam dapat merusak kornea mata dan membuat mata menjadi merah. Mata mengeluarkan air, dan kornea mata juga bisa lecet atau tergores. Akibatnya mata memerah akut, dan kantong mata juga bisa bengkak karena terbakar dan menjadi demikian sensitif terhadap cahaya. Kendati tidak terlalu berbahaya, kulit tubuh juga bisa terkena dampak abu, terjadi iritasi dan kulit yang memerah. Infeksi bisa muncul karena garukan (TempoInteraktif.com, Minggu, 7 November 2010). Lapisan asam pada abu vulkanik akan mudah tercuci air hujan, sehingga dapat mencemari persediaan air setempat, dan pada akhirnya akan menyebabkan penyakit pada sistem pencernaan. Sementara gangguan kesehatan lainnya yang dialami pengungsi, yakni diare, hipertensi dan dermatitis atau alergi. 

Untuk mengatasi masalah penyakit yang diderita para pengungsi ini, petugas kesehatan disiapkan di masing-masing posko pengungsian. Secara keseluruhan jumlahnya mencapai 1.141 tenaga kesehatan, baik dokter maupun perawat yang berasal dari Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, Gereja Balai Keselamatan, Gereja Katolik, PT Pertamina Region I, RS Efarina Etaham, Kesehatan Daerah Militer - Komando Daerah Militer (Kodam) I Bukit Barisan, dan Dinas Kesehatan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut (Lantamal) I Belawan.

Selain mengirimkan personel untuk membantu, umumnya lembaga-lembaga yang turun ke lokasi bencana, juga memberikan bantuan dalam bentuk lain, seperti barang maupun uang yang disalurkan secara langsung, maupun melalui Pemkab Karo, yang untuk seterusnya didistribusikan kepada para pengungsi. Uniknya, sementara lembaga-lembaga peduli bencana mengirimkan personel untuk membantu penanganan bencana letusan Gunung Sinabung, beberapa penanggung jawab dalam penanganan pengungsian, berangkat ke Belanda untuk kunjungan yang sudah lama diagendakan. 

Kepala Dinas Kesehatan Diana Elita Ginting merupakan koordinator posko kesehatan, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Nomi Sinuhaji merupakan koordinator tempat pengungsian di Jambur Lige, serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum Amri Tarigan sebagai koordinator tempat pengungsi Klasis Kabanjahe. Situasi ini menimbulkan ironi, sebab sebenarnya seluruh sumber daya manusia sangat dibutuhkan dalam penanganan bencana.

No comments:

Post a Comment